EKONOMI SYARIAH : SEKTOR RIIL DALAM EKONOMI ISLAM

EKONOMI SYARIAH

SEKTOR RIIL DALAM EKONOMI ISLAM




OLEH :

1.   CINTA ANITA                      (05011381320008)
2.   HERA MEROLIZA              (05011181320069)






JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA

2016


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah Swt karena atas berkat, rahmat dan ridho-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas mata Ekonomi Syariah yang berjudul Sektor Riil Dalam Ekonomi Islam yang diasuh oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Fachrurrozie Sjarkowi, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Maryati Mustofa Hakim, M.Si.
            Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat lulus dalam mata Ekonomi Syariah pada jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama kepada dosen pengasuh mata kuliah ini yang selalu sabar dalam hal membimbing.
            Dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan maupun kesalahan. Sehingga kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan demi penyempurnaan laporan berikutnya. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.






                                                                                    Indralaya, 20 April 2016


                                                                                    Penulis




DAFTAR ISI
                                   Halaman
KATA PENGANTAR..................................................................................     ii
DAFTAR ISI................................................................................................     iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................      1
1.2 Tujuan....................................................................................................      2
1.3 Kegunaan...............................................................................................      2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................      3
BAB III. PEMBAHASAN
3.1 Motif Aktifitas Ekonomi.......................................................................      6
3.2 Perbedaan Pilar Ekonomi Islam dan Pilar Ekonomi Konvensional......      6
3.3 Prinsip-Prinsip Dasar Dalam Transaksi Syariah................................... .    7
3.4 Instrumen Investasi Dalam Pasar .........................................................      8
3.5 Instrumen Jual-Beli Dalam Pasar .........................................................      8
3.6 Instrumen Sosial Dalam Pasar ..............................................................      9
BAB IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan...........................................................................................      10
4.2 Saran.....................................................................................................      10
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................      11

 BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Islam mengajarkan agar manusia dalam menjalani kehidupannya harus secara benar sebagaimana yang diatur  oleh Allah SWT dengan  berusaha untuk  benar dan menjalani hidup seseuai dengan syariat islam inilah yang menjadikan hidup  seseorang bernilai tinggi.  Ukuran baik buruk kehidupan sesungguhnya tidak diukur dari indikator-indikator lain melainkan sejauh mana seorang manusia berpegang teguh pada kebenaran. Untuk itu manusia membutuhkan suatu pedoman tentang kebenaran dalam hidup. Dan di dalam agama Islam telah tercakup  segalanya yakni Islam telah menyiapkan berbagai perangkat aturan – aturan yang lengkap bagi kehidupan manusia didalam berbagai bidang termasuk bidang ekonomi.
Revolusi ilmu pengetahuan yang terjadi di Eropa Barat sejak abad ke-16 Masehi menyebabkan pamor dan kekuasaan institusi gereja (agama Kristen) di benua tersebut menurun drastis. Hal ini terjadi karena dogma yang dipegang dan diajarkan oleh tokoh-tokoh gereja pada abad tersebut jelas-jelas bertentangan dengan fakta-fakta yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan. Akibatnya terjadi proses sekularisasi di dunia Eropa-Barat dalam segala bidang, termasuk dalam ilmu pengetahuan. Agama, Tuhan, nilai-nilai, dan norma secara drastis dikeluarkan dari struktur pemikiran para ilmuan. Oleh karena itu, lahirlah ilmu pengetahuan yang bersifat positivistik.
Menurut Joseph E. Stiglitz (2006) kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya.
Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan negara-negara muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara Islam termasuk di Indonesia.
1.2    Rumusan Masalah
1)      Apa itu sektor riil dalam ekonomi Islam ?
2)      Apa saja motif ekonomi dalam Islam ?
3)      Apa perbedaan antara ekonomi Islam dan ekonomi konvensional ?

1.3    Tujuan
1)      Untuk mengetahui sektor riil dalam ekonomi Islam
2)      Untuk mengetahui motif ekonomi dalam Islam
3)      Untuk mengetahui perbedaan antara ekonomi Islam dan ekonomi konvensional


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem keuangan dan perbankan Islam adalah merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam, yang tujuannya, sebagaimana dianjurkan oleh para ulama, adalah memperkenalkan sistim nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan ekonomi. Karena dasar etika ini maka keuangan dan perbankan Islam bagi kebanyakan muslim adalah bukan sekedar sistem transaksi komersial. Persepsi Islam dalam transaksi finansial itu dipandang oleh banyak kalangan muslim sebagai kewajiban agamis. Kemampuan lembaga keuangan Islam menarik investor dengan sukses bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan keuntungan, tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut secara sungguh-sungguh memperhatikan restriksi-restriksi agamis yang digariskan oleh Islam.
Islam berbeda dengan agama-agama lainnya, karena agama lain tidak dilandasi dengan postulat iman dan ibadah. Dalam kehidupan sehari-hari, Islam dapat diterjemahkan ke dalam teori dan juga diinterpretasikan ke dalam praktek tentang bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain. Dalam ajaran Islam, perilaku individu dan masyarakat diarahkan ke arah bagaimana cara pemenuhan kebutuhan mereka dilaksanakan dan bagaimana menggunakan sumber daya yang ada. Hal ini menjadi subyek yang dipelajari dalam Ekonomi Islam sehingga implikasi ekonomi yang dapat ditarik dari ajaran Islam berbeda dengan ekonomi tradisional. Oleh sebab itu, dalam Ekonomi Islam, hanya pemeluk Islam yang berimanlah yang dapat mewakili satuan ekonomi Islam.
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam itu secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut :
1)     Dalam Ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia. Manusia harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan secara bersama di dunia yaitu untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Namun yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggung-jawabkannya di akhirat nanti.
2)     Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi. Pertama, kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan Kedua, Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.
3)     Kekuatan penggerak utama Ekonomi Islam adalah kerjasama. Seorang muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat keuntungan dan sebagainya, harus berpegang pada tuntunan Allah SWT dalam Al Qur’an: ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan dengan suka sama suka diantara kamu…’ (Q.S An-Nisa’ : 29).
4)     Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Al Qur’an mengungkap kan bahwa, ‘Apa yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan dari penduduk negeri-negeri itu, adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu…’ (Q.S Al- Hadid : 7). Oleh karena itu, Sistem Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan dengan Sistem Ekonomi Kapitalis, dimana kepemilikan industri didominasi oleh monopoli dan oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan kepentingan umum.
5)     Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari Sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa, “Masyarakat punya hak yang sama atas air, padang rumput dan api” (Al Hadits). Sunnah Rasulullah tersebut menghendaki semua industri ekstraktif yang ada hubungannya dengan produksi air, bahan tambang, bahkan bahan makanan harus dikelola oleh negara. Demikian juga berbagai macam bahan bakar untuk keperluan dalam negeri dan industri tidak boleh dikuasai oleh individu.
6)     Orang muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat, seperti diuraikan dalam Al Qur’an sebagai berikut: ‘Dan takutlah pada hari sewaktu kamu dikembalikan kepada Allah, kemudian masing-masing diberikan balasan dengan sempurna usahanya. Dan mereka tidak teraniaya…’ (Q.S Al- Baqarah : 281). Oleh karena itu Islam mencela keuntungan yang berlebihan, perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua bentuk diskriminasi dan penindasan.
7)     Seorang muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu (Nisab) diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Menurut pendapat para alim-ulama, zakat dikenakan 2,5% (dua setengah persen) untuk semua kekayaan yang tidak produktif (Idle Assets), termasuk di dalamnya adalah uang kas, deposito, emas, perak dan permata, pendapatan bersih dari transaksi (Net Earning from Transaction), dan 10% (sepuluh persen) dari pendapatan bersih investasi.
8)     (Islam melarang setiap pembayaran bunga (Riba) atas berbagai bentuk pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dari teman, perusahaan perorangan, pemerintah ataupun institusi lainnya. Al Qur’an secara bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang bunga. Hal ini dapat dilihat dari turunnya ayat-ayat Al Qur’an secara berturut-turut dari (Q.S An-Nisa’ : 160-161) (Q.S Ali Imran : 130-131) dan (Q.S Al-Baqarah :275-281)

  

BAB III
PEMBAHASAN
3.1    Motif Aktifitas Ekonomi
Berdasarkan kondisi masyarakat saat ini, maka dapat diasumsikan bahwa motif aktifitas ekonomi itu dibedakan menjadi tiga. Pertama, kondisi masyarakat dengan tingkat keimanan yang baik maka motif aktifitas ekonominya berdasarkan kemashlahatan, kewajiban dan kebutuhan. Kedua, kondisi masyarakat dengan tingkat keimanan yang kurang maka motif aktifitas ekonominya berdasarkan kemashlahatan, kewajiban, kebutuhan, egoisme, materialisme, dan rasionalisme. Ketiga, kondisi masyarakat dengan tingkat keimanan yang buruk maka motif aktifitas ekonominya berdasarkan egoisme, materialisme, dan rasionalisme.

3.2    Perbedaan Pilar Ekonomi Islam dan Pilar Ekonomi Konvensional
Perbedaan mendasar antara ekonomi Islam dan ekonomi konvensional yaitu ekonomi Islam bersumber dari wahyu Ilahi (Al-Qur’an dan As-Sunnah) sedangkan ekonomi konvensional bersumber dari pemikiran manusia. Didalam ekonomi Islam terdapat tiga pilar ekonomi, yaitu sektor riil (jual beli), lembaga keuangan bebas riba, dan sistem zakat. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah SWT didalam Q.S Al-Baqarah : 275-279. Sedangkan didalam ekonomi konvensional juga terdapat tiga pilar ekonomi, yaitu uang kertas, cadangan wajib (reserve requirement), dan bunga.
            Pilar ekonomi dijalankan dalam sektor riil melalui kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi atau pertukaran barang dan jasa secara Riil. Sektor ini padat karya dan menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Konteks ini sesuai dengan tujuan Allah menjadikan bumi sebagai tempat tinggal manusia dan menjadikan manusia sebagai pemakmur bumi untuk kesejahteraan dirinya (Q.S Al-Baqarah : 30)
            Lembaga Keuangan adalah tempat uang berputar. Uang dari masyarakat dalam bentuk simpanan akan disalurkan oleh lembaga tersebut ke pihak yang membutuhkan dalam bentuk pinjaman. Simpan Pinjam ini diharapkan dapat menggerakkan roda perekonomian. Namun Allah mengharamkan Riba dan Menghalalkan Jual beli. Karena Riba mengandung unsur kedzaliman dan menyalahi hakekat dari uang yang berfungsi sebagai alat tukar dan bukan untuk dikembangbiakkan.
            Zakat, Infaq, Sadaqah merupakan pilar ekonomi yang membuat harta berputar dan tidak terjadi penimbunan harta di satu pihak. Dengan system ini kaum faqir, miskin dan dhuafa dapat tersantuni sehingga terpenuhi kebutuhan hidupnya dan bentuk Islam sebagai Rahmatan lil alaamiin dari sudut pandang ekonomi.
            Pilar ekonomi konvensional mencapai puncaknya ketika Uang Kertas berhasil menggantikan Uang Emas. Uang kertas yang tidak bernilai intrisik bisa menjadi alat pertukaran yang sah hanya karena dia dikeluarkan oleh pemerintah suatu Negara. Padahal uang kertas tersebut tidak berharga selain seharga kertas dan biaya produksinya. Bandingkan dengan mata uang emas yang mengandung nilai intrinsik emas yang relative stabil. Sebagai contoh ekstrem Uang kertas 100 Dollar biaya produksinya hanya 10 sen Dollar (1 Dollar = 100 sen). Akibatnya jika pemerintah yang menerbitkan uang tersebut kolaps maka uang menjadi tidak berlaku. Bahayanya lagi pemerintah bebas mencetak uang kertas sesuka hatinya. Akibatnya tentu saja uang kertas menimbulkan inflasi. Tahun 1980 an uang Rp.1000 sudah bisa buat makan siang namun tahun 2004 uang Rp.1000 hanya bisa beli gorengan.
Sebagian kecil dana deposan yang disimpan oleh bank di bank sentral sebagai cadangan. Praktek cadangan wajib ini menyebabkan bank-bank ikut mencetak uang kertas dan menggandakannya dalam bentuk pinjaman. Bunga adalah price of money atau capital yang wajar ditarik sebagai kompensasi dari hilangnya kesempatan bagi bank atau pemilik dana untuk mendapatkan hasil produktif bila uang tersebut diinvestasikan dalam proyek lain. Definisi semu yang berhasil menipu semua orang. Hakekat uang adalah alat tukar sehingga tidak bisa dikembangbiakkan. Dampak negatif dari bunga adalah :
a)        Bunga menuntut pertumbuhan ekonomi terus menerus padahal kondisi ekonomi actual sudah mencapai titik jenuh.
b)        Bunga mendorong persaingan antar pemain dalam sebuah ekonomi
c)        Bunga cenderung memberikan kesejahteraan pada segelintir minoritas dengan memajaki kaum mayoritas
3.3    Prinsip-Prinsip Dasar dalam Transaksi Syariah
a)      Adanya kebebasan membuat kontrak berdasarkan kesepakatan bersama dan kewajiban memenuhi akad (‘aqd)
b)      Adanya pelarangan dan penghindaran terhadap riba (bunga), masyir (judi), dan gharar (ketidakjelasan)
c)      Adanya etika (akhlak) dalam melakukan transaksi
d)     Dokumentasi (perjanjian/akad tertulis) dalam transaksi
3.4    Instrumen Investasi Dalam Pasar
a)      Mudharabah
Mudharabah adalah kontrak bagi hasil (Profit-Loss Sharing) antara dua pihak atau lebih dalam sebuah usaha ekonomi, dimana ada pihak yang menjadi penanam modal (Rabbulmal) dan ada pihak yang mengelolah modal dengan keahliannya (Mudarrib)
b)      Musyarakah
Musyarakah adalah kontrak bagi hasil (Profit-Loss Sharing) antara dua pihak atau lebih dalam sebuah usaha ekonomi, dimana kedua pihak tersebut dapat berkongsi modal dan keahlian, dan keduanya aktif dalam pengelolahan usaha ekonomi.
3.5    Instrumen Jual-Beli Dalam Pasar
a)      Istisna
Istisna adalah transaksi jual beli dimana pembeli menerima barang terlebih dahulu dengan pembayaran yang tertunda
b)      Salam
Salam adalah transaksi jual beli dimana penjual memberikan barang pada pembeli pada masa yang akan datang dengan pembayaran penuh terlebih dahulu
c)      Rahn
Rahn adalah transaksi menggunakan akad gadai, jika penggadai mampu tidak mampu menebus barangnya dalam waktu yang telah disepakati, maka barang tadi menjadi milik penerima gadai
d)     Murabahah
Murabahah adalah suatu transaksi jual beli dimana pemilik modal (Rabbulmal) membeli barang atas permintaan pengguna akhir yang kemudian membeli secara kredit dari pemilik modal dengan harga mark-up.
e)      Ijarah
Ijarah adalah suatu kontrak sewa yang kemudian menjadi transaksi jual beli ketika penyewa menggenapkan pembayaran pada akhir kontrak.
3.6    Instrumen Sosial Dalam Pasar
Instrumen sosial seperti infaq, shadaqah, hadiah, dan hibah sebenarnya melengkapi pendanaan kesejahteraan sosial bagi golongan masyarakat yang tidak memiliki akses ekonomi yang terlebih dulu dilakukan pemerintah melalui instrumen regulasinya, yaitu zakat, kharah, dan ushur atau pajak-pajak kondisional.
Wakaf sebagai investasi publik diharapkan mampu menekan biaya-biaya sosial yang harus dikeluarkan masyarakat. Wakaf kemudian secara langsung atau tak langsung mampu meningkatkan kesejahteraan dan kinerja sektor riil, berupa penekanan biaya ekonomi, menekan pengangguran dan meningkatkan konsumsi.
Peforma sektor sosial ini sangat bergantung pada kondisi kualitas ruhiyah masyarakat, sehingga pendidikan dan pembinaan menjadi fungsi negara yang sangat penting. Bahkan peforma sektor sosial ini menjadi variabel yang cukup representatif  untuk menggambarkan kesuksesan sebuah negara.




BAB IV
PENUTUP
4.1    Kesimpulan
Perbedaan mendasar antara ekonomi Islam dan ekonomi konvensional yaitu ekonomi Islam bersumber dari wahyu Ilahi (Al-Qur’an dan As-Sunnah) sedangkan ekonomi konvensional bersumber dari pemikiran manusia. Didalam ekonomi Islam terdapat tiga pilar ekonomi, yaitu sektor riil (jual beli), lembaga keuangan bebas riba, dan sistem zakat. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah SWT didalam Q.S Al-Baqarah : 275-279. Sedangkan didalam ekonomi konvensional juga terdapat tiga pilar ekonomi, yaitu uang kertas, cadangan wajib (reserve requirement), dan bunga.
4.2    Saran
Dari pemaparan diatas akhirnya kita sampai pada satu renungan dan konklusi. Jalan mana yang akan kita pilih dalam melakukan kegiatan ekonomi kita. Ekonomi Islam atau ekonomi konvensional dengan prinsip riba nya. Pilihan ada di tangan kita masing-masing. Namun, alangkah indahnya negeri Indonesia apabila rakyatnya dan pemerintahnya memilih menjalankan sistem ekonomi Islam sebagai bentuk kepatuhan dan ketaatan kepada Allah SWT sehingga Allah akan memberikan keberkahan kepada Indonesia dan Indonesia akan menjadi role model untuk pengembangan ekonomi Islam dengan modal potensi pasar warganya yang berjumlah 250 juta.


DAFTAR PUSTAKA


Stiglitz, Joseph E. dan Andrew Charlton, Fair Trade for All: How Trade Can Promote Development, Oxford University Press, Oxford, 2006.

(Q.S Al-Baqarah : 30)
(Q.S Al-Baqarah :275-281)
(Q.S Al- Hadid : 7).
(Q.S Ali Imran : 130-131) 
(Q.S An-Nisa’ : 29)
(Q.S An-Nisa’ : 160-161)


0 komentar