ASAL MULA SELAT BALI
(Cerita
Rakyat dari Bali)
Konon dahulu
kala tersebutlah seorang begawan yang berbudi luhur, bernama Sidhi Mantra.
Pengetahuan agamanya yang tinggi membuat masyarakat yang mengenalnya sangat
menghormati dan menyeganinya. Sayang sekali, anak sematawayangnya yang bernama
Manik Angkeran tumbuh dan berkembang menjadi seorang anak yang manja, semenjak
ditinggal meninggal oleh ibunya.
Setelah
dewasa Manik Angkeran berkembang menjadi anak pemuda berandalan, suka berjudi,
terutama menyabung ayam. Sangat jauh panggang dari api dengan ayahnya. Nasihat
dan petuah ayahnya, Begawan Sidhi Mantra tidak digubrisnya, Manik Angkeran
semakin asyik dengan kebiasaannya berjudi sabung ayam. Karena kebiasaan judinya
itulah, akhirnya segala harta kekayaan Begawan menjadi habis tidak bersisa.
Suat ketika,
Manik Angkeran menemui sang Begawan. Dengan menghiba, dia meminta kepada
Begawan Sidhi Mantra untuk membayarkan utang-utangnya yang sudah sedemikian
banyak sehingga orang yang diutanginya selalu menagihnya, bahkan mengancamnya.
Karena iba melihat raut muka anaknya, Begawan Sidhi Mantra menyanggupi
permintaan anaknya tersebut.
Dengan
kemampuannya, Begawan Sidhi Mantra akhirnya mendapat petunjuk untuk pergi ke
suatu gunung bernama Gunung Agung di sebelah timur, karena di sana terdapat
harta yang berlimpah. Mengikuti petunjuk tersebut, berangkatlah sang Begawan ke
arah yang ditunjukkan dengan membawa gentanya.
Setibanya di
Gunung Agung, Begawan Sidhi Mantrapun membunyikan gentanya sambil membacakan
mantra, sehingga tidak lama kemudian muncullah seekor naga besar bernama Naga
Besukih, yang kemudian bertanya kepada Begawan, “Begawan Sidhi Mantra, ada
maksud apa engkau memangilku?” Kemudian Begawan Sidhi Mantra menceritakan
perihal anaknya yang telah menghabiskan kekayaannya, dan terlilit utang yang
banyak. Begawan meminta bantuan Naga Besukih untuk dapat membayar utang-utang
anaknya tersebut supaya bisa selamat dari kejaran pemberi utang. Naga Besukih
menyanggupi untuk menolongnya, tapi dia meminta Begawan Sidhi Mantra utuk
berjanji akan menasihati anaknya supaya berhenti berjudi, karena berjudi adalah
perbuatan tidak terpuji dan merugikan. Begawan Sidhi Mantra menyanggupinya.
Kemudian Naga Besukih menggerakkan tubuhnya, sehingga dari antara
sisik-sisiknya keluarlah emas dan intan dan menyuruh Begawan memungutnya.
Setelah
berterima kasih, Begawan kembali ke Jawa Timur. Dia melunasi semua utang
anaknya dan menasihati Manik Angkeran supaya tidak berjudi lagi, karena berjudi
adalah perbuatan yang merugikan. Hanya saja, Manik Angkeran tidak menghiraukan
nasihat ayahnya tersebut.
Manik
Angkeran bermain judi lagi, kalah terus, dan utangnya menumpuk lagi. Mengalami
hal serupa ini, dia kembali menghadap ayahnya dan meminta supaya ayahnya mau
melunasi kembali utang-utangnya. Karena saying kepada anaknya, Begawan Sidhi
Mantra akhirnya menyanggupinya lagi. Kembali dia meminta bantuan Naga Besukih,
dan kembali dia diminta berjanji menasihati anaknya untuk tidak bermain judi
lagi.
Kembali dari Naga Besukih, Begawan Sidhi Mantra
dapat melunasi utang-utang Manik Angkeran. Tapi bukannya menuruti nasihat
ayahnya, Manik Angkeran malah menjadi heran karena ayahnya mudah sekali
mendapat uang banyak untuk melunasi utang-utangnya. Diapun bertanya kepada
ayahnya asal muasal harta yang diperolehnya itu, dan Begawan Sidhi Mantra tidak
bersedia menjelaskan asal muasal harta tersebut, dia hanya meminta supaya Manik
Angkeran berhenti bermain judi karena itu adalah bantuannya yang terakhir.
Karena masih terus bermain judi, utang Manik
Angkeran menumpuk lagi. Akan tetapi, karena ayahnya sudah mengatakan bahwa
tidak akan menolongnya lagi, Manik Angkeran tidak berani meminta bantuan
ayahnya lagi. Karena itu diapun berrencana mencari harta dari sumber harta
ayahnya itu. Setelah mencari informasi dari beberap orang kawannya, akhirnya
dia mengetahui tentang Naga Besukih tersebut.
Berangkatlah Manik Angkeran menuju tempat Naga
Besukih dengan genta milik ayanya. Tanpa menunggu lama
diapun membunyikan genta tersebut, tapi tanpa mantera pemanggil.
Mendengar bunyi genta tersebut, Naga Besukih
keluar menemui Manik Angkeran. Dengan marah dia menghardik Manik Angkeran, “Ada
apa kamu memanggilku dengan genta ayahmu, Manik Angkeran?” Dengan menghiba,
Manik Angkeran menceritakan perihal utangnya kepada Nage Besukih. Melihat raut
muka yang menghiba seperti itu, Naga Besukih merasa kasihan sehingga ia
menyanggupi untuk membantu Manik Angkeran. Diapun membalikkan badannya untuk
mengambil harta untuk diberikannya. Ketika dia berbalik, Manik Angkeran melihat
emas dan permata yang tersembunyi diantara sisik ekor Naga Besukih, sehingga
timbullah niat jahatnya untuk menguasai harta itu. Tanpa berpikir panjang
diapun memotong ekor Naga Besukih menggunakan kerisnya yang tajam, kemudian
lari secepatnya untuk kembali ke tempat asalnya.
Merasakan sakit yang luar biasa, Naga Besukih
segera membalikkan badan, akan tetapi dia tidak melihat Manik Angkeran, kecuali
bekas telapak kakinya di tanah. Dengan kemarahan yang luar biasa, Naga Besukih
kemudian menjilat bekas tapak kaki Manik Angkeran. Sungguh luar biasa, Manik
Angkeran merasakan panas yang luar biasa akibat jilatan itu, sehingga akhrinya
diapun terbakar dan mati.
Sementara itu, di tempat tinggalnya, Begawan Sidhi
Mantra mendapati anaknya yang menghilang, juga gentanya yang tidak ditemukan di
tempat biasa dia menyimpannya. Diapun mengerahkan kemampuannya untuk mencari
tahu keberadaan anaknya, Manik Angkeran. Akhirnya diapun berangkat menemui Naga
Besukih. Begawan Sidhi Mantra menanyakan tentang anaknya kepada Naga Besukih.
Sang Naga kemudian menceritakan kejadian yang menimpanya. Dengan keluhuran
budinya, Begawan Sidhi Mantra meminta maaf kepada Naga Besukih, dan meminta
supaya anaknya bisa kembali. Akhirnya dicapai kesepakatan untuk saling
mengembalikan apa yang telah hilang. Begawan Sidhi Mantra menyanggupi untuk
mengembalikan ekor sang naga.
Setelah
semuanya kembali, Begawan Sidhi Mantra bermaksud kembali ke Jawa Timur. Ketika
anaknya ingin ikut pulang, Sang Begawan tidak mengizinkannya. Manik Angkeran
disuruh tinggal di sekitar Gunung Agung. Manik Angkeran menyadari semua
kesalahannya, akhirnya diapun menuruti perintah ayahnya tersebut.
Dalam
perjalanan pulang, Begawan Sidhi Mantra tidak ingin anaknya kembali ke Jawa
Timur. Di suatu daerah kering diapun menorehkan tongkatnya ke tanah. Seketika
bekas torehan tongkatnya berubah semakin lebar dan lebar dan dalam, sehingga
akhirnya air laut masuk mengenanginya. Karena semakin lebar dan menjauh,
akhirnya jalur ini dikenal sampai sekarang sebagai Selat Bali, memisahkan Pulau
Bali dan Pulau Jawa.
*Mero
0 komentar