NAMA : HERA MEROLIZA
NIM : 05011181320069
MATA KULAIAH : KOMUNIKASI MASSA
ANALISIS HAMBATAN KOMUNIKASI
1. HAMBATAN
PSIKOLOGIS
·
Kepentingan
Bagi Indonesia fluktuasi nilai tukar dan gejolak harga
komoditas pasar global akan sangat berdampak pada neraca perdagangannya, bila
tidak diantisipasi dengan baik, defisit neraca perdagangan akan semakin
membengkak akibat ketergantungan yang tinggi terhadap importas, yang akan terus
menggerus ketahanan devisa.
·
Prasangka
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mungkin dicapai
apabila tidak ada ketersediaan infrastruktur yang memadai, atau dengan kata
lain infrastruktur adalah basic
determinant perkembangan ekonomi
·
Stereotip
Pembangunan infrastruktur merupakan katalisator
diantara proses produksi, pasar dan konsumsi akhir. Keberadaan infrastruktur
memberikan gambaran tentang kemampuan berproduksi masyarakat dan tingkat
kesejahteraan masyarakat.
·
Motivasi
Melalui berbagai pembangunan infrastruktur dapat
meningkatkan daya saing ekonomi, mengatasi masalah kesenjangan, dan mengurangi
disparitas harga diberbagai wilayah, pembangunan infrastruktur juga berperan
vital dalam pemenuhan hak dasar rakyat.
2.
HAMBATAN SOSIALKULTURAL
Dalam
artikel ini penulis menerangkan kondisi perekonomian dunia yang berdampak bagi
kondisi perekonomian di Indonesia. Salah satu dampak yang dirasakan adalah
ketergantungan Indoesia terhadap impor bahan pangan yang mengakibatakan
menurunnya devisa negara.
3.
HAMBATAN INTERAKSI VERBAL
Dalam
artikel ini penulis menggunakan beberapa istilah-istilah dalam perekonomian, diantaranya
basic determinant, devisa, neraca, implisit, katalisator, impor, dan lain-lain. Selain itu tata bahasa
dalam artikel ini cukup tinggi, sehingga cukup menyulitkan bagi masyarakat awam
untuk memahami isi artikel ini. Tetapi untuk masyarakat yang mempunyai basic di
bidang perekonomian, mungkin artikel ini sangat bagus, karena tata bahasa yang
digunakan terkait seputar perekonomian.
PELUANG
DAN TANTANGAN EKONOMI 2015
Oleh
: Eddy Cahyono Sugiarto
Konstelasi ekonomi global masih
penuh dengan ketidakpastian, resiko pelemahan ekonomi global diprediksi akan
mempengaruhi laju peretumbuhan ekonomi pada berbagai negara. Gejala awal resiko
pelemahan ekonomi global sejatinya dapat dicermati dari lambannya pemulihan
ekonomi global, diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi pada berbagai
negara maju yang masih rendah dan rentan, yang berpotensi “menekan” laju
pertumbuhan ekonomi negara-negara lainnya.
Perekonomian Amerika Serikat sebagai
lokomotif ekonomi dunia, meskipun telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan.
Namun tren pertumbuhan tersebut masih menurun bila dibandingkan dengan pada
saat sebelum krisis global terjadi. Resiko yang perlu diwaspadai adalah dampak
dari kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika The Fed, yang dapat memicu
terjadinya arus modal keluar sekaligus berdampak pada melemahnya nilai tukar
pada berbagai negara.
Kondisi ekonomi dikawasan Eropa dan
Jepang juga setali tiga uang, belum menunjukkan perbaikan dan masih terbilang
rapuh, ancaman deflasi masih membayangi perekonomian dikedua kawasan tersebut.
Pengangguran dan sektor industri Eropa masih belum pulih secara signifikan,
sementara kebijakan Abenomics masih belum memperlihatkan tanda-tanda memulihkan
perekonomian jepang. Di sisi lain, Tiongkok yang menjadi salah satu penopang
ekonomi global juga mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Jika pada 10
tahun terakhir ini pertumbuhan ekonomi
Tiongkok selalu di atas 10%, maka saat ini pertumbuhannya hanya di kisaran
7,5%.
Perkembangan ekonomi global pada
berbagai negara tersebut sudah barang tentu juga berdampak pada perekonomian
Indonesia, baik langsung maupun tidak langsung. Potensi gejolak likuiditas
global akibat kebijakan exit policy kebijakan
moneter longgar negara berkembang, akan memudahkan investor negara maju yang
mau mengamankan dananya melalui kegiatan investasi. Kemudahan itu juga yang
membuat investor asing dengan mudah menarik dananya kembali, jika kondisi
kembali menguntungkan. Hal ini akan membuat instabilitas di negara berkembang
terutama pada pasar keuangan.
Bagi Indonesia fluktuasi nilai tukar
dan gejolak harga komoditas pasar global akan sangat berdampak pada neraca
perdagangannya, bila tidak diantisipasi dengan baik, defisit neraca perdagangan
akan semakin membengkak akibat ketergantungan yang tinggi terhadap importasi,
yang akan terus menggerus ketahanan devisa. Importasi yang perlu mendapat
perhatian serius diantaranya pangan, sebagaimana yang kita ketahui, impor
pangan Indonesia periode Januari-Oktober 2014 telah masuk dalam tahap
mengkhawatirkan, total nilainya telah mencapai 6,6 miliar dollar AS atau lebih
dari Rp 80 triliun.
Disamping itu, tahun 2015 tampaknya
menjadi tantangan tersendiri bagi pembangunan ekonomi Indonesia dalam mengatasi
tingkat ketimpangan, utamanya dengan melakukan percepatan “pembagian”
kesejahteraan dalam bentuk yang lebih merata dan inklusif. Meningkatnya Gini
Index Rtio (indeks pengukur tingkat ketimpangan) menjadi 0,41 menjadi titik
fokus tersendiri untuk dapat diatasi melalui berbagai peningkatan pembangunan
inklusif agar berkonstribusi dalam pemerataan pertumbuhan PDB. Sebagaimana kita
ketahui, tingkat pertumbuhan PDB yang ada, hanya didominasi oleh 3 (tiga)
provinsi dengan sumbangan terbesar, yakni DKI Jakarta 16,72%, Jatim 14,87% dan
Jabar 14,17%. Jika ditotal, maka tiga provinsi itu menyumbang 45,76% terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional, dengan kata lain “kue ekonomi” sejatinya hanya
terpusat di Pulau Jawa, diperlukan upaya ekstra agar PDB dapat terus ditingkatkan
penyebarannya pada berbagai wilayah khususnya diluar Jawa. Mengatasi
ketimpangan pendapatan tampaknya menjadi agenda tersendiri untuk mendapatkan
prioritas penanganannya pada tahun 2015 mendatang, mengingat “dampak yang signifikan secara statistik"
pada pertumbuhan ekonomi.
Mengacu pada penelitian Organisasi
untuk Pembangunan dan Kerjasama Ekonomi (OECD). Di Inggris , ketimpangan
pendapatan yang semakin tinggi membuat pertumbuhan ekonomi melemah, sekitar 9%
dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) antara tahun 1990 dan 2010. Sedangkan di
Amerika Serikat hampir tujuh poin. Hal ini membuktikan bahwa mengatasi
ketimpangan yang tinggi penting untuk mendorong pertumbuhan yang kuat dan
berkelanjutan, serta meminimalisir dampak sosial politik akibat kesenjangan
yang berpotensi mengganggu stabilitas nasional dan pembangunan ekonomi.
Kita patut bersyukur permasalahan
utama yang membelenggu ruang fiskal Indonesia, yakni besarnya subsidi BBM,
telah mampu kita atasi. Hal ini setidaknya dapat menjadi starting point dalam memperbaiki tata kelola sistem penganggaran
yang kondusif dalam memacu sektor produktif. Dengan ruang fiskal yang semakin
lebar, seyogyanya tahun 2015 dapat menjadi momentum bagi kita semua dalam
menyukseskan berbagai pembangunan infrastruktur, yang diharapkan dapat memacu
tumbuhnya berbagai sektor produktif dan mengatasi masalah kesenjangan
pembangunan.
Kita juga tentunya berharap, melalui
berbagai pembangunan infrastruktur dapat meningkatkan daya saing ekonomi,
mengatasi masalah kesenjangan, dan mengurangi disparitas harga diberbagai
wilayah, pembangunan infrastruktur juga berperan vital dalam pemenuhan hak
dasar rakyat.
Urgensi menyukseskan berbagai
pembangunan infrastruktur seyogyanya menjadi prioritas utama bagi seluruh
pemangku kepentingan, mengingat memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan
kesejahteraan sosial dan juga berperan penting dalam memacu proses atau region.
Hal tersebut dapat ditunjukan dengan indikasi bahwa wilayah yang memiliki
kelengkapan sistem infrastruktur yang berfungsi lebih baik dibandingkan dengan
wilayah lainnya mempunyai tingkat kesejahteraan sosial dan kualitas lingkungan
serta pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pula.
Dalam konteks ekonomi, infrastruktur
merupakan modal sosial masyarakat (social
overhead capital) yaitu barang-barang modal esensial sebagai tempat
bergantung bagi perkembangan ekonomi, dan merupakan prasyarat agar berbagai
aktivitas masyarakat dapat berlangsung. Pembangunan infrastruktur merupakan
katalisator diantara proses produksi, pasar dan konsumsi akhir. Keberadaan
infrastruktur memberikan gambaran tentang kemampuan berproduksi masyarakat dan
tingkat kesejahteraan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
tidak mungkin dicapai apabila tidak ada ketersediaan infrastruktur yang
memadai, atau dengan kata lain infrastruktur adalah basic determinant perkembangan ekonomi. Keberadaan infrastruktur,
telah terbukti berperan sebagai instrument bagi pengurangan kemiskinan, pembuka
daerah terisolasi, dan mempersempit kesenjangan antarwilayah.
Dengan demikian, investasi
infrastruktur baik dari pemerintah maupun swasta dan masyarakat perlu terus
didorong guna meningkatkan perumbuhan ekonomi sektor riil, penyerapan tenaga
kerja guna mengurangi pengangguran dan kemiskinan, serta menumbuhkan investasi
sektor lainnya.
Tahun 2015 hendaknya dijadikan
momentum dalam terus memperbaiki neraca perdagangan, dengan menekan deficit
neraca perdagangan akibat importasi khususnya pangan pokok. Pengalaman telah
memberi pelajaran akan pentingnya kadaulatan pangan karena sangat berpengaruh
terhadap kehidupan masyarakat, gejolak harga pangan sangat rentan dalam
mempengaruhi tingkat kemiskinan.
0 komentar